Giroskop Fortar buatan ITB [def.pk] ☆ M ahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) berhasil menciptakan giroskop militer pertama di Indonesi...
Giroskop Fortar buatan ITB [def.pk] ☆
Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) berhasil menciptakan giroskop militer pertama di Indonesia yaitu perangkat untuk mengukur atau mempertahankan orientasi yang berlandaskan pada prinsip-prinsip momentum sudut.
Dilansir dari laman itb.ac.id, di Bandung, Selasa, giroskop militer pertama di Indonesia ini diciptakan oleh Ardinda Kartikaningtyas (Teknik Fisika 2013) dan tim.
Ardinda dan timnya menciptakan G-FORTAR (Gyroscope for Military), sebuah giroskop serat optik yang diharapkan mampu menjadi giroskop pertama buatan putra-putri Indonesia.
Salah satu anggota tim G-FORTAR Megan Graciela Nauli menuturkan, berbekal cita-cita Presiden RI poin pertama tentang kehadiran negara untuk melindungi segenap bangsa dan pemberian rasa aman kepada seluruh warga negara, tim dari ITB ini tergerak untuk menciptakan perangkat militer tersendiri.
"Indonesia kan lagi gencar-gencarnya buat mewujudkan Nawacita yang dicanangkan pak Jokowi, jadi pengen bisa mandiri dalam alat-alat sistem senjata," ujar Megan.
Ia mengatakan, di antara komponen utama alat utama sistem persenjataan (alutsista) adalah sebuah sistem navigasi inersial yang di dalamnya terdapat suatu sensor kecepatan sudut.
Sensor yang disebut giroskop ini, kata dia, memegang peranan penting dalam mengukur dan mempertahankan orientasi perangkat berdasarkan prinsip-prinsip momentum sudut.
Dalam dunia militer, giroskop yang banyak dipakai adalah giroskop berjenis serat optik, dan giroskop jenis ini banyak dipilih karena terbilang praktis dalam penggunaan serta mampu memberikan hasil yang lebih presisi.
Namun sampai hari ini 100 persen giroskop yang dimiliki oleh Indonesia masih berasal dari impor.
Menurut Megan dan tim, hal ini disebabkan belum menjamurnya pabrik serat optik di Indonesia.
"Padahal komponen ini merupakan komponen utama pada giroskop jenis serat optik yang banyak digunakan dalam dunia militer," kata dia lagi.
Penelitian tentang giroskop serat optik awalnya pernah dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), namun tidak terselesaikan.
"BPPT pernah juga mau meneliti tentang ini, tapi nggak kesampaian," kata Megan pula.
Meskipun begitu, Megan juga menyatakan bahwa BPPT sepenuhnya mendukung penelitian G-FORTAR ini.
G-FORTAR merupakan sebuah giroskop berjenis serat optik berdiameter 15 cm yang memanfaatkan efek Sagnac dan interferensi gelombang cahaya untuk mendeteksi kecepatan sudut perangkat alutsista.
Dengan memanfaatkan gelombang cahaya, giroskop ini diharapkan menjadi lebih efisien dan lebih presisi dibandingkan giroskop mekanik. Perangkat keras giroskop mengukur kecepatan angular perangkat dengan memanfaatkan interferensi gelombang cahaya.
Hasil pembacaan giroskop ini kemudian dimasukkan ke dalam perangkat lunak Kalman filter untuk diolah sinyalnya. Pengolahan sinyal ini berfungsi mereduksi galat, sehingga bacaan giroskop lebih akurat.
Kendala Perancangan G-FORTAR
Masalah utama yang dihadapi oleh tim yang beranggotakan Ardinda Kartikaningtyas (Teknik Fisika 2013), Megan Graciela Nauli (Teknik Fisika 2013), Nahdia Nurul Hikmah (Teknik Fisika 2013), Khodijah Kholish Rumayshah (Aeronotika dan Astronotika 2014), dan Cristian Angga Jumawan (Teknik Mesin 2014) ini, adalah komponen-komponennya yang belum dapat diproduksi oleh Indonesia secara independen.
"Kendala pada barang-barangnya, sebagian besar masih impor. Karena di sini susah dan kalau impor lama," kata dia lagi.
Megan juga menyatakan bahwa masih kurang pengalaman dalam menangani serat optik juga merupakan kerikil dalam penelitian ini, selain mahal harga alat-alat yang berhubungan dengan optik.
Walaupun begitu, bantuan dari berbagai pihak seperti PT Telkom akhirnya mampu membuat G-FORTAR selesai dibuat, sebelum dilombakan dalam ajang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).
Menurut Megan, ukuran giroskop ini sebenarnya masih bisa diperkecil lagi. Dengan diameter 15 cm, G-FORTAR masih tergolong cukup besar dibandingkan giroskop serat optik komersial di luar negeri.
Ukuran giroskop yang lebih kecil akan lebih mudah disematkan dalam berbagai perangkat.
Pengembangan G-FORTAR yang dilakukan di lingkungan perguruan tinggi ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih aktif dalam rangka menuju Indonesia mandiri pada aspek teknologi alutsista.
Tim G-FORTAR juga mengharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan oleh mahasiswa ITB sendiri atau masyarakat luas agar pengembangannya semakin baik, sehingga manfaatnya semakin cepat dirasakan oleh kemiliteran Indonesia.
Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) berhasil menciptakan giroskop militer pertama di Indonesia yaitu perangkat untuk mengukur atau mempertahankan orientasi yang berlandaskan pada prinsip-prinsip momentum sudut.
Dilansir dari laman itb.ac.id, di Bandung, Selasa, giroskop militer pertama di Indonesia ini diciptakan oleh Ardinda Kartikaningtyas (Teknik Fisika 2013) dan tim.
Ardinda dan timnya menciptakan G-FORTAR (Gyroscope for Military), sebuah giroskop serat optik yang diharapkan mampu menjadi giroskop pertama buatan putra-putri Indonesia.
Salah satu anggota tim G-FORTAR Megan Graciela Nauli menuturkan, berbekal cita-cita Presiden RI poin pertama tentang kehadiran negara untuk melindungi segenap bangsa dan pemberian rasa aman kepada seluruh warga negara, tim dari ITB ini tergerak untuk menciptakan perangkat militer tersendiri.
"Indonesia kan lagi gencar-gencarnya buat mewujudkan Nawacita yang dicanangkan pak Jokowi, jadi pengen bisa mandiri dalam alat-alat sistem senjata," ujar Megan.
Ia mengatakan, di antara komponen utama alat utama sistem persenjataan (alutsista) adalah sebuah sistem navigasi inersial yang di dalamnya terdapat suatu sensor kecepatan sudut.
Sensor yang disebut giroskop ini, kata dia, memegang peranan penting dalam mengukur dan mempertahankan orientasi perangkat berdasarkan prinsip-prinsip momentum sudut.
Dalam dunia militer, giroskop yang banyak dipakai adalah giroskop berjenis serat optik, dan giroskop jenis ini banyak dipilih karena terbilang praktis dalam penggunaan serta mampu memberikan hasil yang lebih presisi.
Namun sampai hari ini 100 persen giroskop yang dimiliki oleh Indonesia masih berasal dari impor.
Menurut Megan dan tim, hal ini disebabkan belum menjamurnya pabrik serat optik di Indonesia.
"Padahal komponen ini merupakan komponen utama pada giroskop jenis serat optik yang banyak digunakan dalam dunia militer," kata dia lagi.
Penelitian tentang giroskop serat optik awalnya pernah dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), namun tidak terselesaikan.
"BPPT pernah juga mau meneliti tentang ini, tapi nggak kesampaian," kata Megan pula.
Meskipun begitu, Megan juga menyatakan bahwa BPPT sepenuhnya mendukung penelitian G-FORTAR ini.
G-FORTAR merupakan sebuah giroskop berjenis serat optik berdiameter 15 cm yang memanfaatkan efek Sagnac dan interferensi gelombang cahaya untuk mendeteksi kecepatan sudut perangkat alutsista.
Dengan memanfaatkan gelombang cahaya, giroskop ini diharapkan menjadi lebih efisien dan lebih presisi dibandingkan giroskop mekanik. Perangkat keras giroskop mengukur kecepatan angular perangkat dengan memanfaatkan interferensi gelombang cahaya.
Hasil pembacaan giroskop ini kemudian dimasukkan ke dalam perangkat lunak Kalman filter untuk diolah sinyalnya. Pengolahan sinyal ini berfungsi mereduksi galat, sehingga bacaan giroskop lebih akurat.
Kendala Perancangan G-FORTAR
Masalah utama yang dihadapi oleh tim yang beranggotakan Ardinda Kartikaningtyas (Teknik Fisika 2013), Megan Graciela Nauli (Teknik Fisika 2013), Nahdia Nurul Hikmah (Teknik Fisika 2013), Khodijah Kholish Rumayshah (Aeronotika dan Astronotika 2014), dan Cristian Angga Jumawan (Teknik Mesin 2014) ini, adalah komponen-komponennya yang belum dapat diproduksi oleh Indonesia secara independen.
"Kendala pada barang-barangnya, sebagian besar masih impor. Karena di sini susah dan kalau impor lama," kata dia lagi.
Megan juga menyatakan bahwa masih kurang pengalaman dalam menangani serat optik juga merupakan kerikil dalam penelitian ini, selain mahal harga alat-alat yang berhubungan dengan optik.
Walaupun begitu, bantuan dari berbagai pihak seperti PT Telkom akhirnya mampu membuat G-FORTAR selesai dibuat, sebelum dilombakan dalam ajang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).
Menurut Megan, ukuran giroskop ini sebenarnya masih bisa diperkecil lagi. Dengan diameter 15 cm, G-FORTAR masih tergolong cukup besar dibandingkan giroskop serat optik komersial di luar negeri.
Ukuran giroskop yang lebih kecil akan lebih mudah disematkan dalam berbagai perangkat.
Pengembangan G-FORTAR yang dilakukan di lingkungan perguruan tinggi ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih aktif dalam rangka menuju Indonesia mandiri pada aspek teknologi alutsista.
Tim G-FORTAR juga mengharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan oleh mahasiswa ITB sendiri atau masyarakat luas agar pengembangannya semakin baik, sehingga manfaatnya semakin cepat dirasakan oleh kemiliteran Indonesia.
COMMENTS